Lelaki yang Mencintai Facebook
Oleh: Zulkarnain Habsyi
Ia tak menulis satu pun status di akun facebooknya, juga tak ada fotonya di dalam, di beranda hanya ada beberapa foto karibnya. Rupanya karena ia jarang berselancar di dunia yang digilai banyak orang di zaman ini, atau kah perempuan ini sengaja tak menulis apa pun, biar ia terlihat berbeda dari waga facebook lainnya atau barangkali memang ia tak ingin mencurahkan isi hatinya di facebook, seperti kebanyakkan perempuan di dalamnya.
Sesekali saya melihat akun facebooknya aktif berjam-jam. Namun sekali lagi, ia tak menulis apa-apa di berandanya. Ia hanya maenaruh foto sketsa seorang wanita berhijab sebagai pengganti foto profil akunnya. Sungguh, rasa penasaran ini memuncak.
Pernah sekali Sanifu membaca komentarnya pada kolom status salah seorang teman facebook, yang teman facebooknya adalah juga teman Sanifu. Lewat temannya, ia mengalamatkan rasa penasaran ini, Sanifu bertanya banyak hal, termasuk identitas perempuan itu.
Sekarang perempuan itu tak bisa lagi kutemui di facebook, sebab ia sedang berada di sebuah daerah yang tak terjangkau jaringan internet. Kabar dari temannya, ia sedang mengabdi di sana, menjadi guru dan mendidik anak-anak di daerah terpencil. Mendengar itu saya berdecak kagum, sungguh itu luar biasa, betapa tidak, di tengah semua orang sibuk menatapi layar handphone –berselancar di dunia maya, jauh di pelosok sana ia nekat tinggal di daerah yang tak punya akses internet.
“Dia hanya bisa mengakses internet, ketika sudah balik ke kota, itu pun hanya memanfaatkan waktu libur sekolah”. Ucap temannya. Berkat teman facebook ini, saya bisa menayakan kabarnya, meski hanya lewat facebook.
***
“…Pemerintah berencana menghapus beberapa media sosial, salah satunya adalah facebook. Rencana pemerintah ini mendapat protes dari sejumlah kalangan. Tak hanya itu, para akedemisi dan aktivis social juga mengecam tindakan pemerintah.” Begitu isi berita di Koran Nasional pagi itu. Tak hanya diberitakan di sejumlah Koran, ia juga mendengar dari mulut ke mulut soal rencana penghapusan tersebut.
Saat membaca berita itu dan mendengar cerita-cerita dari banyak orang, Sanifu seperti orang gila, jantungnya berdetak sangat kencang. Hidupnya tak jelas, ia bingung bahkan sangat bingung. Di mulutnya hanya ada kata hoax, hoax. Ayah dan ibunya kebingungan melihat sikap Sanifu secara drastis berubah dalam tiga bulan terakhir. Di mulut Sanifu, hanya ada kata itu, hoax.
Di hari berikutnya, raut wajah Sanifu tampak kecewa, sesaat setelah pemerintah secara resmi mengumumkan di televisi Nasional dan disiarkan secara langsung, suasana malam itu sungguh menegangkan, sebab orang-orang di desa, baik anak kecil hingga orang dewasa juga – semua keluar ke jalan menyaksikan pengemuman penghapusan facebook melalui layar lebar yang disediakan di setiap balai desa, mereka menatap layar dengan tatapan yang paling kosong. Saking kosongnya d kelopak mata mereka terlihat berwarna biru, seperti warna symbol pada facebook.
“.rezim macam apa ini, kami tak mengerti apa mau pemerintah, kita bagaikan hidup di tempurung,” teriak seorang kepala desa sambil membanting meja. Prak,prak.
Meski begitu, Sanifu lagi-lagi tak percaya dengan pemberitaan di TV, paginya ia kembali memburu koran pagi lalu membaca berita perihal penghapusan itu. Ia kembali dihantam kekecewaan, sangat kecewa. Semacam ditikam berulang kali di dada, sebab koran pagi itu juga memberitakan hal yang sama. Di mulutnya, komat-kamit cacian dan makian kepada pemerintah. Katanya pemerintah tak memberikan alasan yang jelas soal penghapusan itu.
***
Orang tuanya tak percaya hanya gara-gara facebook dihapus, kemarahan Sanifu kepada pemerintah semakin besar. Dinding-dinding kamarnya ia menulis kata-kata yang tidak pantas kepada pemerintah, bahkan pada kaos-kaos dan tembok sepanjang jalan ia menulis: facebook is my love. Orang tuanya semakin bingung, amat bingung. Melihat tingkah Sanifu semakin menjadi-jadi,
Hingga akhirnya, pada suatu subuh setelah jarum jam pecah di angka tiga, Sanifu lalu menceritakan kisah yang ia alami kepada orang tuanya yang selama hampir setengah tahun.
Menurut cerita ibunya, setelah facebook secara resmi dihapus oleh pemerintah, Sanifu tak punya kesempatan lagi bertemu dengan perempuan di facebook. Semanjak saat itu pula Sanifu tak lagi makan dan minum berbulan-bulan, juga tak lagi keluar rumah dan memilih mengunci diri dalam kamarnya.
Selain itu sepanjang malam ia terus didatangi mimpi yang aneh-aneh, semacam facebook tumbuh di sekujur tubuhnya termasuk di kemaluan. Kondisinya sekarat, karena berbulan-bulan perutnya tak diisi makanan, ia tak mau makan sama sekali.
“Katanya ia tak lama lagi mati, ia meminta kalau nisannya nanti berbentuk simbol facebook. Seperti yang ia cita-citakan selama ini.” Begitu cerita ibunya kepada awak media, seminggu setelah Sanifu dipanggil Tuhan.