Lewat Musim ke Musim: Serangkai Puisi M.Wahib Sahie
Maenat
yang menggembirakan itu…
ah, sudikah kau kusematkan cinta
atau seorang pencinta
sementara harsat tingkahmu adalah hewan pemangsa
telah menjelma dalam sukmamu
sungguh!
(2024)
Lewat Musim ke Musim
dari waktu yang cukup lama
lewat musim ke musim
di antara cinta dan penderitaan
kau terlihat penting dari banyak orang
seperti cahaya senja yang mewarnai kota
dalam gelap dan suram
sudihkah makian atau cacianmu melantang lewat kata-kata?
ibarat semilir angin kencang
mula-mula sesekali senja memerah
lalu daun-daun berguguran
bergelimang di antara musim dan penderitaan
(2024)
Mencintai Kebencian
bukan tidak sama sekali
atau sering
yang pikiran luhurmu itu
mencintai kebencian
saat kau bersungguh-sungguh menanggung
dalam sukmamu
barangkali masa senjamu
berujung derita pilu
aku menyaksikan
kau menjerit kesakitan
terus-menerus dan tabah
oh… kekasih
masihkah kau mencintai kebencian?
atau menginginkan percaturan hidup semacam itu?
sementara kau sendiri
tidak tau bagaimana kebencian itu
dan siapa di balik sebenarnya musuhmu
(2024)
Risau
lebih merisaukan daripada Shodancho
ketika hujan turun
di bulan Maret
kau bertingkah grusa-grusu di larut malam
dan mengharuskan sesuatu
menginginkan keajaiban terjadi
meminta dan berharap
semerbak mawar tumbuh di musim kemarau
yang kau endus-enduskan menjelang senja
lalu di antara sunyi
sajak dan puisi
aku malantunkan bunyi
cinta, kesetian dan kebenaran
pada setiap bait dan larik
oh… kekasihku jika kesempatan itu datang
aku ingin mempraktekan perasaan-perasaan itu
(2024)
Sebuah Keyakinan
telah sekali keyakinanmu
mula-mula melantur
bahwa cahaya itu gelap
bahwa yang mati itu hidup
dengan celaan menurut perhitungan waktu
berabad-abad sesuai jaman
kepada siapa kau yakini
leluhurmu, dewa eros, atau dewi agung?
sebagaimana kau hidup
dalam sejarah orang-orang Halimunda
yang barangkali
kau hanya terbiasa hidup di tengah-tengah
seperti laba-laba yang terperangkap
tidak dengan jiwa
bebas, kebiasaan dan keteraturan hidup
(2024)