Bokilenge: Serangkai Puisi M. Wahib Sahie
Bokilenge
di laman biru laut pasifik
tumbuh lebat pohon-pohon kasuari
yang subur
bersama pasir-pasir cantik
secantik wajahmu
di antara sela tahun-tahun silam
menurut legenda
Bokilenge dan cerita-ceritanya
di sana kau ceria
dalam riuh ombak
bersama angin sepoi-sepoi
tiada henti
saat bersamaku
aku mewarta sekian tahun,
menyaksikan
dan mengalaminya.
kian tanggal rupamu
ditimpa batu-batu karang
dan binasa
Ohh… betapa kacaunya hatimu…!
(2024)
Berita Angin
yang riang kala hatimu
kelak nanti
tersendu-sendu
diaduk-aduk
kebencian
cinta tak melulu sabar
setahun berlalu
di bawah pohon-pohon cemara
kau linglung
sampai fajar
menyingsing hari pagi
dalam kemelut
aku mengintip dari jendela-jendela jalan
kamar
untuk melihatmu tidur
kau tak bermimpi
bila hujan
turun deras
di rumahmu
ada gema-gema mencekam
tidak hanya di dapur
ruang tamu
genteng
suara-suara itu parau, kekasih
bila mana duka kau hatiku
(2024)
Malam Itu Aneh
di bawah bayang-bayang suaraku
lewat kecerdikan
kau meratapi
hari-hari panjang
yang risau
separuh waktu
dalam sunyi sepi
malam itu aneh
dalam kebutaan mata
dunia begitu tiba-tiba
siang
malam
kacau
atau damai
bila kau tiada
malam itu aneh
kau gemetar
di ranjang tamu
menggantung
hilang,
sia-sia
malam itu aneh
suara-suara pilu
“aku ingin cinta, ingin keabadian”
itu,
ialah suatu kepastian
dari hidupmu
yang benar-benar hidup
atas jalanmu berkelok
(2024)
Pada Hati yang Sunyi
jangan di lain hari
hari ini mulai gelap
aku mulai sunyi,
kekasihku.
aku ingin menyelami
ke dasar hatimu
bila hampa
dan gugur
bersama-sama bersenda gurau
pada hati yang sunyi
aku kian menganga,
kekasih
mendamba
dengan mata terbuka
yang ku-renung
di malam-malam panjang
dan mimpi seorang pecinta
(2024)
Gelagat Anggun
buah anggur
yang kau terima
di hari Minggu.
di lorong-lorong buah.
dengan gelagat anggun
kusematkan pelangi
pada hatimu
yang kosong
dan patah
bila ingin merayumu
jiwamu langit
aku puisinya
(2024)