Beri “Aku” Judul: Serangkai Puisi Labirinosa
I
Di kepalaku
Angin selatan tak pernah mau reda
Bawa kemarau sebagai hadiah
Tapi lautmu tidak berombak kan nona?
Jika lautmu berombak
Cadikku akan patah
Lalu kita melalui hari yang sama
Pulang pada kesepian.
II
Aku menulis sajak
Aku dibaca sebagai sajak
Jiwa, tubuh, dan hatiku dibawa udara
Seperti wajah pagi atau malam yang datang
Berwarna, tapi tak ada suara, tak ada nada
Kudapati gelap, kutemui terang
Aku berhadapan dengan kesunyianku
Kulihat kesepian sedang menggandeng mesra kegetiran
Ingin kubaca sebagai duka dan suka
Tapi hidup telah menjadi luka.
III
Kau mengharapkan kehangatan yang mana?
Saat di tungku tak ada api menyala
apalagi dapur dengan asap menggumpal
Aku sebuah tulisan di secarik kertas
Kaku, dingin, dan getir
Jangan kau sentuh
Jika tak ingin menggigil
Aku aksara yang jatuh bersama hujan
Jangan mengeja atau membaca rinainya
Apalagi bertanya dimana langit biru
Ia telah menjadi kesunyian
IV
Nona,
Apakah hujan yang bertemu tanah itu
Sedang menghadiahkan kita luka
Ataukah kita sedang bermain-main
Dengan mencintai tapi merelakan
Nona,
Untuk membenamkanmu
Aku menimba ilmu pada waktu
Adakalanya ia mujarab
Tapi hanya menjadikanku uzur
Nona,
Sengaja kutulis sajak ini
Sebagai bunyi di keheningan
Sebab di ranjang kesepian
Rindu telah menjadi kisah nestapa
V
Aku suka caramu berdiam
Di kepala, ingatan, dan kenangan
Selalu memaksakan rindu
Terkadang, gerimis yang jatuh itu
Memberi isyarat pada tubuh
bahwa pelukan itu perlu
terkadang, kenangan itu
seperti lagu yang tidak terdengar telinga
tapi karenanya jiwa menari
Tapi syair ini
tak mengetuk pintu hatimu
Apalagi menemui cintamu
Sebab aku telah pulang
Mencintai diriku sendiri
Penulis: Immamuddin Ayub